Jakarta (ANTARA) – Laporan Lanskap Media 2025 menyebutkan industri media di Indonesia terus bergerak menuju konvergensi digital, di mana perubahan pola konsumsi informasi, kemajuan teknologi, dan dinamika ekonomi, sosial dan politik mendorong media beradaptasi ke ekosistem multiplatform.
Laporan Lanskap Media 2025 yang diluncurkan di Jakarta, Jumat tersebut juga mengungkapkan bahwa media tidak lagi hadir dengan kanal tunggal, tetapi membentuk jaringan lintas format dari cetak dan penyiaran hingga digital interaktif.
Adapun, pemetaan media di Indonesia tahun 2025 tersebut disusun oleh Trendreader, Imajin PR & Research serta Makaravox Universitas Indonesia (UI).
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Abdul Manan yang turut hadir dalam peluncuran laporan itu dalam keterangannya menyoroti dampak digitalisasi terhadap ekosistem media yang kian kompleks.
“Perubahan pola konsumsi berita akibat digitalisasi tidak hanya mengubah cara informasi dikonsumsi, tetapi juga mengguncang model bisnis dan praktik jurnalisme itu sendiri,” kata Abdul Manan.
Menurutnya, di tengah arus informasi yang makin deras, Dewan Pers terus berupaya melindungi bisnis dan etika media melalui standarisasi perusahaan pers dan sertifikasi wartawan.
"Tujuannya adalah memastikan ekosistem media tetap sehat, kredibel, dan profesional di tengah tantangan baru," ujarnya.
Laporan tersebut menunjukkan, media konvensional seperti cetak dan televisi semakin terdesak oleh perkembangan digital. Untuk bertahan, pelaku media mengadopsi strategi digital first dan mengembangkan konten yang dapat disebarluaskan lintas kanal.
Televisi dan radio terus berupaya memperluas distribusi konten lewat platform seperti YouTube, dan layanan streaming.
"Di tengah perubahan perilaku audiens dan banjir informasi, pemetaan media bukan sekadar pelacakan kanal, melainkan gambaran perubahan ekosistem media. Kita perlu memahami pola konsumsi yang berubah dan kanal yang pas untuk setiap pesan," ujar Dea Sopany dari Trendreader.
Sementara itu, Managing Director Imajin PR & Research Irsyad Hadi menekankan pentingnya pemetaan media dalam strategi komunikasi.
"Publikasi ini membantu para praktisi komunikasi, terutama public relations memahami siapa, di mana dan apa yang dikonsumsi audiens utama mereka," ujarnya.
Ia juga menyoroti urgensi literasi berita di tengah lanskap informasi yang makin kompleks. Menurutnya, hanya sepertiga masyarakat Indonesia yang pernah mendapat pendidikan literasi media, baik formal maupun informal.
"Mereka ini cenderung lebih kritis, bahkan bersedia membayar untuk konten berkualitas serta aktif memverifikasi informasi," kata Irsyad.
Ia juga mengutip temuan Digital News Report 2025 (Reuters Institute) yang menunjukkan turunnya animo masyarakat Indonesia terhadap media konvensional. Lebih dari 60 persen responden bersikap netral terhadap berita yang mereka baca atau tonton.
"Temuan ini tidak jauh berbeda dengan data Serikat Perusahaan Pers (SPS) yang menunjukkan penurunan hingga 60 persen jumlah media cetak aktif, dari sekitar 567 pada 2018 menjadi kurang dari 200 pada akhir 2024," ungkapnya.
Tren lain yang muncul adalah meningkatnya peran kecerdasan buatan (AI) dalam produksi dan konsumsi berita. Beberapa media bahkan mulai memanfaatkan AI untuk liputan olahraga dan pemeriksaan fakta (fact-checking).
Menurut Jojo S. Nugroho dari Makaravox UI, kekuatan media saat ini tidak hanya terletak pada platform, tetapi pada kemampuan membangun jejaring konten yang terintegrasi.
"Era media satu arah sudah selesai. Hari ini kita bicara soal ekosistem. Satu informasi di media digital, baik media online ataupun media sosial, bisa memicu diskusi di radio lalu menjadi topik media konvensional. Semua saling terhubung," kata Jojo.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.