Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) sekaligus Bupati Lahat Bursah Zarnubi menilai perpanjangan masa jabatan kepala daerah sebagai opsi terbaik untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.
“Jadi tidak ada jalan lain, kecuali harus diperpanjang dua tahun. Kalau tidak diperpanjang, nanti ada diskontinuitas antarkebijakan pemerintah (lama) dengan orang baru,” kata Bursah di Jakarta, Kamis.
Bursah menilai perbedaan kebijakan antara kepala daerah lama dan baru juga berpotensi menimbulkan hambatan dalam urusan administrasi.
Dia menyampaikan APKASI berharap para kepala daerah bisa mendapatkan perpanjangan jabatan sebagai tindak lanjut dari putusan MK yang memberikan jeda dua tahun dalam pelaksanaan pemilu nasional dan daerah.
Selain itu, kata Bursah, perpanjangan masa jabatan tersebut juga mempunyai legitimasi yang cukup kuat, mengingat para kepala daerah memang adalah orang-orang yang dipilih berdasarkan Pilkada.
"APKASI tentu ingin dilanjutkan dua tahun. Kenapa? Pemerintah daerah lebih legitimate karena kita melalui Pilkada," tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional."
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.